Kamis, 09 Oktober 2014

wawasan kemaritiman



BAB I
PENDAHULUAN
A.           LATAR BELAKANG
Dewasa ini kita mengetahui bahwa maritime berhubungan dengan laut. Dimana segala sesuatunya dibahas tentang al positif dan negative yang terjadi dalam dunia maritim. Maritim merujuk kepada kata maritime yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti navigasi atau maritim.Pemahaman maritim yaitu segala aktifitas pelayaran dan perniagaan yang berhubungan dengan kelautan atau biasa disebut dengan pelayaran niaga. Berdasarkan terminologi maritim berarti ruang/wilayah permukaan laut yang terdapat kegiatan seperti pelayaran, lalu lintas, jasa-jasa kelautan, dan lain sebagainya.
Kemaritiman menjadi sangat penting bagi kelanjutan pertumbuhan dan       perkembangan bangsa Indonesia. Sebagaimana diketahui, dua periga atau 63% wilayah Indonesia adalah laut, dengan panjang 81.000 Km. Laut merupakan potensisumber daya maritim yang sangat kaya. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km² yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,1 juta km² dan wilayah ZEEI 2,7 juta km², mempunyai 17.480 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km. Dengan potensi yang sedemikian besar, secara otomatis terkandung keanekaragaman sumberdaya alam laut baik hayati maupun non hayati menjadikan sektor kelautan sebagai penunjang perekonomian penting bagi Indonesia.
Mengenai pembahasan diatas, memicu pemahaman saya untuk mengangkat masalah yang berhubungan tentang wawasan kemaritiman yang berhungan dengan permasalahan secara umum yang kita lihat di wilayah Indonesia maritim.
B.            RUMUSAN MASALAH
adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1.      Bagaimana peradaban maritim?
2.      Bagaimana kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir?
3.      Mengapa nelayan tradisional terpinggirkan?
4.      Bagaimana ekonomi maritime yang dikuasai oleh Negara asing?
5.      Menapa sistem logistik masih lemah?
C.           TUJUAN PENULISAN
tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu untuk mengetahui : peradaban maritim, kemiskinan yang terjadi pada masyarakat pesisir, nelayang tradisional bisa terpinggirkan, ekonomi maritime yang dikuasai oleh Negara asing, dan sistem logistik yang masih lemah.
D.           MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat dipetik dalam makalah ini yaitu, dapat memberikan wawasan lebih kepada pembaca tentang kemaritiman, terkhusus di Indonesia. Dimana kita ketahui Indonesia merupakan Negara yang kaya akan potensi alam. Selain itu, mendorong kesadaran kita bahwa kita merupakan generasi berikutnya yang harus melanjutkan perjuangan para tokoh terdahulu yang memperjuangkan wilayah maritime.

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Peradaban maritim di Indonesia

Indonesia memiliki potensi alam yang luas. Pemanfaatan yang dilakukan pada alam sangatlah beragam. Kita ketahui bahwa Indonesia dominan dengan lautnya. Sehingga inilah yang mendorong banyak pihak untuk menggunakannya sebagai kebutuhan ekonomi. Dahulu kita telah mengenal beberapa sektor ekonomi kelautan secara tradisional antara lain penangkapan ikan, pelayaran rakyat, industri pengolahan hasil laut dan wisata bahari. Belakangan ini telah berkembang industri baru yang berbasis eksploitasi sumber daya kelautan yakni produksi gas alam dan petroleum, budidaya kelautan, perikanan tangkap, dan pariwisata kelautan.
            Hadirnya era globalisasi yang memperluas jaringan perdagangan baik nasional maupun internasional menjadikan sektor maritim Indonesia semakin terbuka lebar untuk dimanfaatkan bagi peningkatan perekonomian masyarakat antara lain melalui sektor perkapalan dan jasa pelabuhan sehingga dapat menciptakan kesejaheraan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan sesuai dengan amanat yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Perkembangan kehidupan masyarakat dulunya berawal aktifitas umum masyarakat yang tinggal di pesisir pantai untuk mempertahankan hidup dengan mencari ikan, kura-kura, atau penyu untuk dimakan. Seiring berkembangnya waktu, kegiatan itu menjadi sumber perekonomian mereka.
Indonesia dikenal dengan negara Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim adalah Negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya dengan kata lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat Negara Kepulauan. Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.
Konsekuensi menyandang predikat sebagai negara maritim adalah Indonesia harus mengembangkan aktifitas pelayarannya, hal ini karena salah satu penunjang perekonomian Indonesia adalah sektor pelayaran, ini juga didukung oleh letak strategis Negara Indonesia yang berada di daerah persilangan dunia yang juga membuat indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam mengembangkan laut.
Dalam mengolah dan membangun sumberdaya maritim tersebut diperlukan adanya kearifan lokal. Disini kearifan lokal diartikan sebagai kebijaksanaan atau pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat alam rangka mengelola lingkungan, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku hasil adaptasi mereka terhadap lingkungan, yang implikasinya adalah kelestarian dan kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang.
Dalam kearifan lokal terkandung pula kebudayaan lokal, hal ini menyebabkan pembangunan pada daerah-daerah tidak boleh menghilangkan unsur budaya dari daerah tersebut. Seharusnya pembangunan di suatu daerah harus melihat terlebih dahulu kondisi sosial-budayanya, sehingga dapat mengolah sumber daya dengan baik tanpa merugikan penduduk yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian daerah dan nasional.
Indonesia seperti yang telah dijelaskan merupakan negara kemaritiman, dimana kondisi Indonesia yang lebih banyak daerah perairan dari pada daerah daratan. Kondisi inilah yang membentuk budaya indonesia menjadi budaya yang lebih merujuk pada budaya kemaritiman, yang masyarakat lebih banyak berprofesi sebagai nelayan pada daerah pesisir.
Budaya Indonesia sebagai budaya kemaritiman, maka pembangunan yang dilaksanakan di indonesia haruslah berparadigma kemaritiman, dimana maritim menjadi pusat pembangunan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan berkelanjutan kemaritiman yang dirancang oleh pemerintahan seperti; penangkapan ikan alami; pelestarian daerah pesisir, pengolahan energi alam di bawah laut menggunakan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan penangkaran/ pelestarian biota laut yang dianggap punah, dan membangun pariwisata bahari.
Namun pada kenyataannya banyak penelitian yang mengungkapkan perilaku penangkapan ikan pada zaman modern lebih senang menangkap ikan menggunakan peralatan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kelestarian biota laut, seperti contohnya Bom yang digunakan oleh para nelayan memiliki efek destruktif pada kehidupan bawah laut, hal ini disebabkan bom tersebut mengandung zat kimia yang dapat melumpuhkan biota-biota laut.

Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia

Bangsa Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara.Pandangan itu adalah satu konsepsi geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan.Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan perjuangannya, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai semboyan atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu :
1.       Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Terdahulu bangsa Indonesia menggunakan pemerintahan sentralisasi yang ketat mengakibatkan sebagian wilayah-wilayah tertentu mengalami perkembangan yang pesat dibanding wilayah lain. Kalau sikap demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan. Rakyat diluar wilayah tersebut akan mendeerita. Apalagi melihat kondisi dunia yang sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara untuk unggul dan memenangkan persaingan itu.
2.       Mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang dekat kepada lautan. Dalam zaman dulu sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut. Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak terjamah dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
3.       kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional. Mayoritas rakyat Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi dalam umat manusia sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan besar itu terutama menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi. Khususnya komunikasi elektronika sekarang memungkinkan manusia berhubungan dengan cepat dan tepat melalui telpon, televisi, komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak kepulauan Nusantara sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin canggih dengan memanfaatkan ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah Nusantara.. Ini sangat penting untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan nasional, khususnya melalui televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.

Pembangunan maritim memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan. Dalam pengelolaan ini berbagai masalah akan muncul, berbagai konflik akan terjadi yang disebabkan oleh adanya degradasi mutu dan fungsi lingkungan hidup yang antara lain disebabkan karena musnahnya hutan bakau, rusaknya terumbu karang, abrasi pantai, intrusi air lautm pencemaran lingkungan pesisir dan laut serta perubahan iklim global. Berbagai masalah berakar dari:
1.    Masing – masing pelaku pembangunan dalam menyusun perencanaan sangat terikat       pada sektornya sendiri tanpa adanya sistem koordinasi baku lintas sektor.
2.    Belum adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat maupun di daerah yang mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritim secara utuh
3.    Belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan pengelolaan sumberdaya maritim.
4.    Belum lengkapnya tataruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut nasional yang dapat dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah.

Untuk dapat menjamin efektifitas pembangunan maritim, berbagai masalah tersebut harus dapat diatasi secara tuntas, paling tidak yang terkait dengan:
a.    Penataaan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan maritim yang bersifat lintas sektoral
b.    Pembentukan  wadah untuk penyusunan dan penerapan mekanisme perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan serta pengendalian yang sinkron
c.    Penciptaan dan peningkatan sumberdaya maritim handal dan profesional.
d.    Penataan peraturan perundang- undangan disertai upaya penegakan peraturan hukum yang konsisten
e.    Penetapan tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan pendaya gunaannya.
f.     Sistem pengumpulan dan pengelolaan informasi maritim yang dapat diakses secara luas.
g.    Memperbesar kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap dalam upaya pembangunan maritim dengan kemudahannya
h.    Pembentukan wadah untuk menyuburkan upaya penelitian dan pengembangan maritim untuk dapat mempermudah penera


B.            Kondisi Masyarakat Pesisir

Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat nelayan.Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4%  (Waspada, 18 Maret 2000).

Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah,  rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.

Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan miskin. Hampir sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh struktur, Resusun (1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya tidak berkecukupan, yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan mereka selalu diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa) dan pedagang (pa’bilolo) yaitu  sawi bagang atau Pa’bagang  atau pembantu utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi penangkapan ikan.  Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan adanya struktur hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan.Hubungan itu adalah adanya ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para pekerjanya.  Hubungan itu adalah antara  punggawasawi/pa’bagang  yang bersifat timbal balik (reprocity). Walaupun sawi perlu sang  punggawa sebagai sumber lapangan kerja, punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang  punggawa akan berusaha supaya  sawi yang dipercayai menetap diusahanya. Akibatnya terjadi hubungan yang selalu merugikan  sawi. Karena seringkali kerelaan  punggawa untuk meminjamkan uang kepada  sawi berdasarkan motivasi agar  sawi tetap berada di lingkaran setan. Hutang yang tidak bisa dilunasi seringkali harus dibalas dengan jasa yang sangat berlebihan.

Mata pencaharian penduduk yang berlokasi di kawasan pantai biasanya tidak seluruhnya merupakan nelayan.Sebagian lagi masih memiliki keterkaitan dengan nelayan, sedangkan sebagian lagi berbeda dengan profesi nelayan.Kombinasi anatar kegiatan kenelayanan dan kegiatan non kenelayanan dalam rumah tangga identik dikenal dengan kegiatan multiple emplyoment/ pluri-activity.

Menurut Fuller dan Brun (1990:149) multiple employment atau pluri-activity bisa dijabarkan sebagai berbagai kegiatan dalam suatu rumah tangga nelayan yang mendukung penambahan penghasilan dari usaha kenelayanan. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi :
1)      Pekerjaan yang masih pada bidang kenelayanan, misalnya sebagai anak buah perahu orang lain;
2)      Kegiatan-kegiatan yang masih terkait dengan hasil kenelayanan seperti pemindangan ikan, pembuatan ikan asin dan ikan asap dan lainlain;
3)      Kegiatan-kegiatan lain yang non-kenelayanan tetapi masih terkait dengan kenelayanan misalnya mengantar turis dengan perahunya, warung makanan, toko kelontong;
4)      Kegiatan-kegiatan yang sama sekali di luar kegiatan kenelayanan seperti buruh bangunan, guru dan lain-lain.

Oleh karena perjalanan historis yang telah diceritakan di atas yang menyebabkan budaya mereka cenderung bukan budaya maritim, penduduk setempat tidak begitu kaya pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan laut, hanya menggunakan teknologi yang sederhana dan terbatas aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan laut.Apalagi menjadi prinsip umum di kalangan masyarakat di propinsi ini bahwa laut bersifat open access.Laut tidak dimiliki oleh mereka, semua orang memiliki kawasan laut, semua perahu boleh melintasi laut di wilayah Kelurahan Bahari.

Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat.   Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:

1.       Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.  Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional.  Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
2.       Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.  Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.  Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
3.       Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
4.       Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh.

C.           Nelayan tradisional terpinggirkan
Sampai saat ini keberdaan nelayan tradisional semakin terpinggirkan dengan banyaknya nelayan tangkap yang menggunakan kapal dan peralatan yang lebih canggih. Hal seperti ini semakin parah karena tidak adanya ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan tradisional. Sandra berharap, ke depan keadaan seperti ini, pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang pasti untuk membela dan memberdayakan nelayan tradisional ini. Masalah-masalah seperti, kurangnya bahan bakar bersubsidi untuk nelayan tradisional bisa diselesaikan dengan bekerjasama dengan Dinas Perikanan di setiap daerah kabupaten atau provinsi. Masalah lain yang dihadapi nelayan tradisional adalah cuaca dan kerasnya kehidupan di laut. Mereka hanya nelayan dan akan selamanya menjadi nelayan. Selain itu, nelayan kerap tertangkap polisi laut negeri tetangga. Ini merupakan ketidaktahuan para nelayan tentang baas laut Indonesia. 
 Sejak dahulu kala, di negeri maritim  Indonesia ini, Para pelaut menggantungkan hidupnya pada luasnya samudera. Akan tetapi, bayangan tentang pelaut yang pulang dengan membawa setumpuk hasil laut mampu membuat makmur keluarganya, semakin samar. Kehidupan nelayan tradisional saat ini tidak hanya menghadapi tantangan dengan banyaknya kapal ikan berukuran besar yang menggunakan alat tangkap canggih, namun nasib mereka juga memprihatinkan akibat berkurangnya hasil tangkapan. Imbasnya adalah kehidupan keluarga yang kian hari kian tidak menentu.
                        Dari penelitian ini beberapa temuan pokoknya adalah sebagi berikut.
pertama, nelayan tradisional di daerah pantai yang berada di wilayah perkotaan, ternyata karakteristik sosial ekonomi tidak berbeda dengan nelayan di daerahpedesaan, yaitu umumnya berpendidikan rendah, sedikit memiliki ketrampilan diluar sektor perikanan, miskin dan memiliki modal yang sedikit dalam mengembangkan kegiatan disektor perikanan.
Kedua, tekanan struktural yang dialami oleh nelayan tradisional diperkotaan, lebih banyak berkait dengan ketidakmampuan menghadapi nelayan yang menggunakan teknologi modern.
Karena nelayan yang modern bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak, karena daya jangkaun pencarian ikan lebih jauh, sementara nelayan tradisional terbatas wilayahnya. Hal ini berakibat nelayan tradisional tidak memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) dalam menentukan harga ikan.
Ketiga, kendala-kendala yang dialami oleh nelayan tradional untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya: (1) kondisi internal, yang dicirikan dengan nelayan yang tidak mempunyai modal, teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan nilai tambah pada hasil tangkapan ikannya; (2) kondisi eskternal, yang dicirikan dengan munculnya nelayan-nelayan yang memiliki teknologi dan modalnya yang besar, bahkan ada beberapa orang lain yang berasal dari luar komunitas nelayan yang menguasai kehidupan para nelayan, dengan memiliki kapal besar dengan teknologi yang lebih modern, sementara nelayan setempat hanya sebagai buruh dari pemilik kapal tersebut.
Di sisi lain pemerintah kota tidak serius untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan tradisional, misalnya tidak tersedia kredit lunak bagi nelayan tradisional, dan minimnya pelatihan bagi nelayan tradisional untuk pengembangan usaha di sektor perikanan.

D.           Ekonomi Maritim Indonesia di Kuasai Asing

Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah sumber minyak bumi dan gas' Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Ironisnya,sebagran besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan ini di kuasai pihak asing. Padahal sangat jelas, Pasal 33 Ayat (3)LruD1945 menyebut "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" . Alih-alih memakmurkan rakyat, mem-bayar hutang negara pun tidak mampu.
Salah satu contoh sikap pemerintah yang pro terhadap kepentingan asing adalah polemik blok Migas West Madura. Sekadar informasi,mulanya saham West Madura dimiliki Pertamina (50 persen),Kodeco (25 persen), dan CNOOC (25 persen). Sebulan menjelanghabisnya masa kontrak, Kodeco mengalihkan sebagian sahamnya ke PT Sinergindo Cahaya Harapan dan CNOOC ke Pure Link Ltd,masing-masing sebesar L2,5 persen. Meski bukan Pemegang saham mayoritas, selama ini blok West Madura dikelola Kodeco, perusahaan minyak asal Korea Selatan.
Sikap pemerintah yang berpihak pada kepentingan perusahaan asing terlihat dari beberapa kebijakannya. Pertama, Pertamina sejak Mei 2008 telah lima kali meminta kepada pemerintah'agar blok West Madura sepenuhnya dikelola BUMN. Sayang, hingga kini pemerintah belum mengabulkan permintaan tersebut. Di sisi lain proses pengalihan saharn dari Kodeco dan CNOOC ke PT Sinergindo Citra Harapan (SCH) dan Pure Link Investment Ltd (PLI) hanya berlangsung dalam beberapa hari saja. Itupun tanpa tender yang transparan.
Kedua, porsi saham Pertamina diWest Madura adalah yang paling besar. Namun pada kenyataannya yang menjadi pengelola adalah Kodeco dengan kemampuan produksi hanya berada pada level 13-14 ribu bph. Di sisi lain, Pertamina menyatakan sanggup menyedot minyak di ladang itu hingga 30 ribu barel per hari.
Ketiga, potensi cadangan blok tersebut menurut Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) cukup besar, yaitu 22,22 juta barel minyak dan gas sebesar 219,8 BCFG. Jika diasumsikan harga minyak mentah 100 dolar AS per barrel dan gas 4 dolar AS per MMbtu, maka nilai potensi migas blok tersebut dapat mencapai Rp28 triliun.
Jika blok tersebut dapat diproduksi 30 ribu barel migas perhari, cadangan tersebut baru habis selama enam tahun. Setelah dipotongcost recoaery 10 dolar AS perbarel, kekayaan yang dapat diraup sekitar Rp4 triliun pertahun. Menyerahkan pengelolaan kepada Kodeco, Pertamina sebagai BUMN tidak mendapat keuntungans ebagai operator.
Inilah ironi negara yang kaya migas namun pengelolaannya justru didominasi pihak asing. Padahal Pertamina sebagai satu-satunya BUMN di bidang migas memiliki kemampuan yang tak kalah hebatnya dibanding perusahaan asing. Kondisi ini terjadi karena terpasung regulasi yang kapitalistis, khususnya UU Migas No2212001,, Pertamina disejajarkan dengan perusahaan-perusahan swasta termasuk asing. Dalam praktiknya bahkan cenderung dianaktirikan. Alhasil kekayaan negara ini tidak dapat dikuasai dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat.
Dari aspek sumber daya alam, Indonesia merupakan negara kaya. Tanah subur kaya mineral, lautan kaya ikan, berbagai barang tambang strategis, minyak dan gas tertimbun di perut bumi L:rdonesia. Namun jika dicermati satu-persaht intervensi dan penguasaan oleh asing masih begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya alat tersebut.
Berdasarkan data Indonesia Energy Statistic 2009, yang dikeluarkanKementerian ESDIvI, total cadangan minyak Indonesia Mencapai 2998 MMSTB (million standard tanker barrel). Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak terbesar ke-29 di dunia. Sementara cadangan gas mencapai 159,63 TSCF (triliun standard cubic feet) atau terbesar ke-LL dunia.
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ke-15 dunia.Per 2009 cadangan batubara mencapai 126 miliar ton. Indonesiajuga kaya dengan energi.panas bumi (geotermal) yang tersebar diberbagai penjuru nusantara, potensinya mencapai 28,1 GW. Barang tambang seperti nikel, emas, perak, timah, tembaga dan biji besi jugajumlahnya sangat melimpah. Bahkan Indonesia diketahui memiliki kualitas nikel terbaik di dunia.
Namun, kekayataan alam tersebut justru lebih banyak dinikmati negara lain ketimbang penduduk Indonesia. Berdasarkan Neraca Energi 2009 dari 346 juta barel minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri, 38 persen diekspor ke luar negeri. Ironisnya pada saat yang sama Indonesia harus mengimpor minyak mentah 129 juta BOE, atau 35 persen dari total produksi dalarn negeri terjadi karena 85 persen produksi minyak Indonesia dikuasai swasta termasuk asing. Di sisi lain, rakyat terus dibuat sengsara akibat harga minyak dinaikkan agar sesuai dengan standar intenasional.
Demikian pula dengan gas alam Indonesia. Produksinya Dimonopoli swasta asing. Sebagian besar hasilnya dijual ke luar negeri dengan kontrak-kontrak jangka paniang. Dari total produksi 459 juta BOE(banel of oil equfualent) pada2009, hampir 60 persen diekspor ke luar negeri yang terdiri dari gas alam (12 persen) dan dalam bentuk LNG48 persen. Sisanya dibagi-bagi untuk industri (19 persen), PLN (10persen) dan lain-lain.
Padahal dengan jumlah tersebut, kebutuhan domestik sangat tidak memadai. Seiumlah industri menjerit-jerit kekurangan pasokan gas. Hal yang sama juga dialami PLN. Akibat kekurangan gas, PLN terpaksa menggunakan minyak yang biaya produksinya jauh lebih mahal. Negeri ini amat kaya, namun perut penduduknya kelaparan. Ibarat anak ayam mati di lumbung padi.

E.            Sistem logistik nasional masih lemah
Sistem logistik juga menjadi penentu utama daya saing yang membutuhkan pengiriman cepat. Secara sederhana, keberhasilan dalam perdagangan global dapat tercapai jika sebuah perusahaan memiliki kemampuan untuk bergerak melewati lintas batas dengan cepat.
Kepala Lembaga Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim menjelaskan biaya logistik Indonesia tertinggi di ASEAN yakni sebesar 25-30% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal dengan kondisi geografi Indonesia, idealnya biaya logistik tidak lebih 15% dari PDB.
Ketidakefisienan sistem logistik nasional mengakibatkan daya saing produk domestik masih lemah. Ini menjadi masalah krusial karena sistem operasi logistik yang kompetitif merupakan kunci sukses dalam ekonomi global. Bahkan komoditas impor bisa jauh lebih murah daripada produk lokal. Untuk menjembatani adanya tantangan tersebut, Pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 26 Tahun 2012 Tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Menteri Riset dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta mengatakan rencana aksi sislognas berdasar pada enam kunci yakni komoditas penggerak utama, pelaku dan penyedia jasa logistik, infrastruktur transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, manajemen sumber daya manusia dan regulasi. "Logistics Performance Index (LPI) yang dilansir World Bank menunjukkan logistik kita memprihatinkan dimana peringkat kinerjanya masih jauh berada di bawah kebanyakan negara-negara lainnya," ungkapnya. Dalam acara yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini, menristek berharap keberhasilan dan implementasi sislognas akan berdampak pada efisiensi di bidang logistik sehingga dapat memperbaiki daya saing ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala LIPI Lukman Hakim menjelaskan biaya logistik Indonesia tertinggi di ASEAN yakni sebesar 25-30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal dengan kondisi geografi Indonesia, idealnya biaya logistik tidak lebih 15 persen dari PDB. "Sistem logistik nasional yang masih kurang baik terlihat dari biaya pengiriman yang tinggi. Distribusi barang antar wilayah maupun antar pulau menjadi tantangan tersendiri karena harga barang di Pulau Jawa lebih tinggi," ungkapnya.
Lukman mencontohkan, harga beras di satu provinsi bisa mencapai 64 persen lebih tinggi dibanding provinsi lainnya. Bahkan harga satu kantong semen di wilayah Papua bisa 20 kali lipatnya. Menurutnya selain arus barang dan uang, aliran informasi harus dikelola secara hati-hati karena merupakan pendukung dalam sistem logistik nasional. Senada dengan itu, Kepala Bidang Mekatronik LIPI Estiko Rijanto mengungkapkan teknologi juga perlu diperhitungkan dalam sislognas. Misalnya saja sistem robotic di pelabuhan. Sistem teknologi pada robotic bisa menciptakan sistem logistik lebih efisien dan efektif. "China sudah memakai dan mengembangkan teknologi itu. Kita memang belum punya sistem teknologi untuk logistik seperti itu, tapi bisa kita siapkan," ujarnya.
BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
a)      Indonesia dikenal dengan negara Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim adalah Negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya dengan kata lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat Negara Kepulauan. Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.
b)      Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah,  rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.
c)      Sampai saat ini keberdaan nelayan tradisional semakin terpinggirkan dengan banyaknya nelayan tangkap yang menggunakan kapal dan peralatan yang lebih canggih. Hal seperti ini semakin parah karena tidak adanya ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan tradisional.
d)     Salah satu potensi perekonomian maritim terbesar yang dimiliki Indonesia adalah sumber minyak bumi dan gas. Sayangnya Indonesia belum bisa memanfaatkannya secara maksimal. Ironisnya,sebagran besar sumber-sumber,energi tidak terbaharukan ini di kuasai pihak asing.
e)      Ketidakefisienan sistem logistik nasional mengakibatkan daya saing produk domestik masih lemah. Ini menjadi masalah krusial karena sistem operasi logistik yang kompetitif merupakan kunci sukses dalam ekonomi global. Bahkan komoditas impor bisa jauh lebih murah daripada produk lokal.
B.            Saran
Pembaca haruslah memahami isi didalam pembahasan tersebut, sehingga dapat dijadikan acuan informasi dalam memberikan informasi pada orang lain.
 

5 komentar:

  1. materinya sesuai dengan yang saya butuhkan sebagai referensi.

    BalasHapus
  2. The Biggest & Most Popular Casino Slots | Dr.CMD
    The Biggest & Most Popular Casino Slots | 거제 출장샵 Dr.CMD. Dr.CMD. New York, NY, USA. 군포 출장샵 Game Description. Biggest 평택 출장마사지 and 평택 출장마사지 Most Popular Slot Games. Jackpot Slots, Video Poker, Slots. 성남 출장샵

    BalasHapus